Selasa, 17 November 2015

KASUS ETIKA GCG

Kasus Pelanggaran Good Corporate Governance oleh PT. Katarina Utama Tbk, berkaitan dengan pasar modal yang ada di Indonesia
PT Katarina Utama Tbk (RINA) merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa pemasangan, pengujian dan uji kelayakan produk dan peralatan telekomunikasi. Direktur Utama RINA adalah Fazli bin Zainal Abidin. RINA tercatat di BEI sejak 14 Juli 2009. Belum lama ini RINA menggelar penawaran saham perdana kepada publik dengan melepas 210 juta saham atau 25,93% dari total saham, dengan harga penawaran Rp 160,- per lembar saham. Dari hasil IPO, didapatkan dana segar sebesar Rp 33,66 miliar. Rencananya seperti terungkap dalam prospektus perseroan, 54,05% dana hasil IPO akan digunakan untuk kebutuhan modal kerja dan 36,04% dana IPO akan direalisasikan untuk membeli berbagai peralatan proyek.
Pada Agustus 2010 lalu, salah satu pemegang saham Katarina, PT Media Intertel Graha (MIG), dan Forum komunikasi Pekerja Katarina (FKPK) melaporkan telah terjadi penyimpangan dana hasil IPO yang dilakukan oleh manajemen RINA. Dana yang sedianya akan digunakan untuk membeli peralatan, modal kerja, serta menambah kantor cabang, tidak digunakan sebagaimana mestinya. Hingga saat ini manajemen perseroan belum melakukan realisasi sebagaimana mestinya. Dari dana hasil IPO sebesar Rp 33,66 miliar, yang direalisasikan oleh manajemen ke dalam rencana kerja perseroan hanya sebesar Rp 4,62 miliar, sehingga kemungkinan terbesar adalah terjadi penyelewengan dana publik sebesar Rp 29,04 miliar untuk kepentingan pribadi.
Selain itu, Katarina diduga telah memanipulasi laporan keuangan audit tahun 2009 dengan memasukkan sejumlah piutang fiktif guna memperbesar nilai aset perseroan. Bahkan Perusahaan Listrik Negara (PLN) telah memutus aliran listrik ke kantor cabang RINA di Medan, Sumatera Utara, karena tidak mampu membayar tunggakan listrik sebesar Rp 9 juta untuk tagihan selama 3 bulan berjalan. Akhirnya Cabang Di Medan ditutup secara sepihak tanpa meyelesaikan hak hak karyawannya. Bahkan selama ini manajemen tidak menyampaikan secara utuh dana jamsostek yang dipotong dari gaji karyawan, ada juga karyawan yang tidak mengikuti jamsostek tetapi gajinya juga ikut dipotong. Bursa menghentikan perdagangan saham RINA sejak awal September 2010. BEI kemudian melimpahkan kasus ini kepada Bapepam-LK untuk ditindaklanjuti.

PELANGGARAN TERHADAP PRINSIP-PRINSIP GCG:
1.        Keadilan/Kewajaran (Fairness)
PT Katarina Utama tidak memperlakukan secara adil para pemangku kepentingan baik primer maupun sekunder, investor tidak diperlakukan secara adil dan tidak ada keadilan pula bagi karyawan, saya mengambil salah satu contoh yang sangat jelas yaitu pada pemotongan gaji untuk asuransi jamsostek para karyawan, telah dipaparkan diatas bahwa para karyawan yang tidak mengikuti  asuransi jamsostek gajinya tetap ikut dipotong tanpa alasan yang jelas. Selain itu cabang RINA di Medan telah melakukan penutupan secara sepihak tanpa menyelesaikan hak hak para karyawan dengan tidak membayar gaji sesuai dengan pengorbanan yang telah mereka berikan kepada PT Katarina Utama, terbukti bahwa manajemen RINA melanggar prinsip Keadilan.
2.        Prinsip Transparansi (Keterbukaan)
PT Katarina Utama tidak menyampaikan informasi dengan benar, seperti yang telah disampaikan diatas Manajemen RINA telah memasukkan sejumlah piutang fiktif guna memperbesar nilai aset perseroan, sehingga informasi yang diterima oleh para pemangku kepentingan menjadi tidak akurat yang mengakibatkan para pemangku kepentingan seperti investor menjadi salah mengambil keputusan. Hal ini menunjukkan bahwa PT Katarina Utama telah melanggar prinsip Transparansi (Keterbukaan) dalam penyampaian informasi.
3.        Prinsip Akuntabilitas
Telah terbukti bahwa Katarina Utama tidak merealisasikan dana hasil IPO sesuai dengan prospektus perseroan dan melakukan penyelewengan dana untuk kepentingan pribadi direktur, sehingga terjadi ketidak efektifan kinerja perseroan. Laporan Keuangan yang dihasilkannya pun menjadi tidak akurat dan tidak dapat dipercaya. Hal ini jelas menjadi bukti bahwa PT Katarina Utama gagal dalam menerapkan prinsip akuntabilitas.
4.        Prinsip Responsibilitas (Tanggung Jawab)
PT Katarina Utama Jelas sangat melanggar prinsip Responsibilitas dengan melakukan penyelewengan dana milik investor publik hasil IPO sebesar Rp 29,04 miliar, Manajemen RINA juga tidak meyelesaikan kewajibannya kepada karyawan dengan membayar gaji mereka, selain itu RINA tidak membayar tunggakan listrik sebesar Rp 9 juta untuk tagihan selama 3 bulan berjalan. Berdasarkan informasi yang dihimpun Seputar Indonesia (SI), sebagian besar direksi dan pemangku kepentingan perseroan dikabarkan telah melarikan diri ke luar negeri. Hal ini jelas menggambarkan bahwa RINA melanggar Prinsip Responsibilitas.
5.        Prinsip Kemandirian
Dengan adanya penyelewengan dana hasil IPO membuat perseroan menjadi tidak efektif dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, tidak mampu membayar gaji karyawan, dan tidak mampu membayar tunggakan listrik PLN sehingga menyebabkan ditutupnya cabang PT Katarina Utama di Medan. Hal ini lah yang menyebabkan PT Katarina Utama tidak dapat melaksanakan prinsip kemandirian.

PIHAK-PIHAK YANG TERKAIT
1.      KAP Budiman, Wawan, Pamudji & Rekan
KAP Budiman, Wawan, Pamudji & Rekan adalah KAP yang melakukan audit atas laporan keuangan PT Katarina Utama pada tahun 2008. Diduga laporan keuangan PT Katarina Utama tahun 2008 telah dimanipulasi. Dalam dokumen laporan keuangan 2008 nilai asset perseroan naik hampir 10 kali lipat dari Rp 7,9 miliar pada tahun 2007 menjadi Rp 76 miliar pada 2008, sedangkan ekuitas perseroan tercatat naik 16 kali lipat menjadi Rp 64,3 miliar dari Rp4,49 miliar.
Tahun 2003 Budiman Soedarno, salah satu pimpinan KAP Budiman, Wawan, Pamudji & Rekan, yang saat itu tergabung dalam KAP Rodi A. Kartamulja dan Budiman pernah mendapat peringatan tertulis dari Bapepam atas kasus penyalahgunaan dana penawaran umum PT Central Korporindo Tbk.
2.      Pihak Manajemen / internal PT Katarina Utama Tbk.
PT Katarina Utama melakukan penawaran umum yang terhimpun ini diduga diselewengkan oleh pihak manajemen, dan hanya sebagian kecil dana penawaran umum yang direalisasikan dan PT Katarina Utama tidak memperlakukan secara adil para pemangku kepentingan, investor tidak diperlakukan secara adil dan tidak ada keadilan pula bagi karyawan. Hal itu sangat jelas tergambarkan pada pada pemotongan gaji untuk asuransi jamsostek para karyawan, telah dipaparkan diatas bahwa para karyawan yang tidak mengikuti asuransi jamsostek gajinya tetap ikut dipotong tanpa alasan yang jelas. Selain itu cabang RINA di Medan telah melakukan penutupan secara sepihak tanpa menyelesaikan hak hak para karyawan dengan tidak membayar gaji sesuai dengan pengorbanan yang telah mereka berikan kepada PT Katarina Utama
Penyalahgunaan dana penawaran umum ini disebabkan karena  adanya kelemahan dalam pengendalian internal PT Katarina Utama. Akibat lemahnya pengendalian internal tersebut pihak menajemen hanya merealisasikan sebagian kecil dana hasil penawaran umum, sedangkan selebihnya diduga diselewengkan oleh pihak manajemen. Selain itu manipulasi laporan keuangan juga disebabkan oleh pihak internal yang dengan sengaja melakukan manipulasi guna mempercantik angka-angka dalam laporan keuangan agar menarik investor yang akan membeli saham PT Katarina Utama

DAMPAK TERHADAP PELANGGARAN GCG:
1.      Ketidakpercayaan para pemegang saham 
2.      Ketidakpercayaan karyawan, munculnya berbagai demo karyawan di berbagai cabang PT Katarina Utama
3.      Ketidakpercayaan Mitra Kerja, penggelembungan nilai aset dengan memasukkan sejumlah piutang fiktif yang dituduhkan kepada satu pemegang saham Katarina, PT Media Intertel Graha (MIG), membuat mitra kerja tersebut berbalik melaporkan Manajemen RINA dan menimbulkan ketidakpercayaan kepada Manajemen RINA
4.      Ketidakpercayaan Pemerintah, PLN memutus aliran listrik ke kantor cabang RINA di Medan, Sumatera Utara, karena tidak mampu membayar tunggakan listrik sebesar Rp 9 juta untuk tagihan selama 3 bulan berjalan
5.      Bursa menghentikan perdagangan saham RINA sejak awal September 2010
6.      Tidak berjalannya kegiatan operasional perusahaan karena perusahaan tidak mampu membiayai kegiatan operasional sehingga tidak ada pemasukan bagi perusahaan, bahkan kantor cabang RINA di Medan akhirnya ditutup.    

SANKSI YANG DIBERIKAN
            Sanksi yang diberikan oleh Bapepam adalah pemberian sanksi administratif oleh otoritas bursa sesuai dengan UU No. 8  Tahun 1995 Tentang Pasar Modal dan delistingdari bursa efek Indonesia, setelah selama 2 tahun sebelumnya saham PT Katarina Utama Tbk yang berkode RINA disuspensi dan tidak akan diperdagangkan kembali.

ANALISIS KASUS SESUAI TEORI
Berdasarkan kasus yang terjadi pada PT Katarina Utama Tbk, dengan berbagai pelanggaran atau penyimpangan yang terjadi seperti tidak memperlakukan secara adil para pemangku kepentingan baik primer maupun sekunder, investor tidak diperlakukan secara adil dan tidak ada keadilan pula bagi karyawan, saya mengambil salah satu contoh yang sangat jelas yaitu pada pemotongan gaji untuk asuransi jamsostek para karyawan, telah dipaparkan diatas bahwa para karyawan yang tidak mengikuti  asuransi jamsostek gajinya tetap ikut dipotong tanpa alasan yang jelas. Selain itu cabang RINA di Medan telah melakukan penutupan secara sepihak tanpa menyelesaikan hak hak para karyawan dengan tidak membayar gaji sesuai dengan pengorbanan yang telah mereka berikan kepada PT Katarina Utama maka teori yang tidak sesuai adalah teori hak.

SOLUSI YANG DITAWARKAN
·         Sehubungan dengan penyebab kasus yang terjadi pada PT Katarina Utama Tbk disebabkan karena  adanya kelemahan dalam pengendalian internal PT Katarina Utama. Akibat lemahnya pengendalian internal tersebut pihak menajemen hanya merealisasikan sebagian kecil dana hasil penawaran umum, sedangkan selebihnya diduga diselewengkan oleh pihak manajemen. Selain itu manipulasi laporan keuangan juga disebabkan oleh pihak internal yang dengan sengaja melakukan manipulasi guna mempercantik angka-angka dalam laporan keuangan agar menarik investor yang akan membeli saham PT Katarina Utama. Maka pengendalian internal pada perusahaan tersebut secara khusus maupun perusahaan lain secara umum lebih dimaksimalkan.
·         Mengoptimalkan nilai perusahaan bagi pemegang saham dengan tetap memperjatikan pemangku kepentingan lainnya. 
·  Meningkatkan daya saing perusahaan secara nasional maupun inetrnasional, sehingga meningkatkan kepercayaan pasar yang dapat mendorong arus investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional yang berkesinambungan. 

KESIMPULAN
                Praktik pelanggaran penggunaan dana penawaran umum oleh PT Katarina   Utama Tbk jelas merupakan pelanggaran prinsip keterbukaan informasi dari perusahaan public. Akibatnya pemegang saham dirugikan karena tidak mengetahui kondisi perusahaan yang sesungguhnya akibat adanya manipulasi laporan keuangan.
            PT Kirana Utama dengan sangat jelas telah melakukan pelanggaran prinsip-prinsip tata kelola yang baik, diantaranya karena telah memanipulasi laporan keuangan sehingga tidak mencerminkan transparansi dan akuntabilitas, tidak memnuhi hak-hak karyawan pasca penghentian operasional perusahaan sehingga tidak mencerminkan prinsip pertanggungjawaban dan keadilan.



DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Sukrisno. Dkk.2014. Etika Bisnis dan Profesi: Tantangan Membangun Manusia     seutuhnya. Edisi Revisi, Salemba Empat : Jakarta
Brooks, Leonor J. Dunn. 2008. Etika Bisnis & profesi edisi 5 buku 1, Salemba Empat,        Jakarta
Rivandi, Muhammad.2014.Pengaruh Corporate Governance Index, kepemilikan    Institusional terhadap biaya ekuitas dan biaya hutang



PERBANDINGAN TEORI AKUNTANSI NORMATIF DAN TEORI AKUNTANSI POSITIF

     Teori akuntansi merupakan bagian penting dari praktik akuntansi. Pengetahuan terhadap akuntansi akan mengimbangi berbagai pengalaman dan kemampuan praktis dalam menyelesaikan masalah. Suatu permasalahan dapat dilihat dengan perspektif yang lebih luas dan terinci melalui teori akuntansi. Selain itu, praktik akuntansi yang baik tidak akan tercapai tanpa ada teori yang melandasinya. Awal perkembangan teori akuntansi menghasilkan teori normatif yang didefinisikan sebagai teori yang mengharuskan dan menggunakan kebijakan nilai (value judgement) yang mengandung minimum sebuah premis, yang mengatakan jalan atau cara yang seharusnya ditempuh. Akuntansi normative adalah praktik akuntansi yang dilaksanakan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan, yang dikenal dengan nama Praktik Akuntansi Berterima Umum (PABU) atau Generally Accepted Accounting Principles (GAAP). Salah satu bagian dari PABU yaitu Standar Akuntansi Keungan (SAK). Teori normatif sering dinamakan teori apriori (artinya dari sebab ke akibat atau bersifat deduktif), karena teori tersebut bukan dihasilkan dari penelitian empiris, tetapi dihasilkan dari kegiatan “semi-research”. Teori normatif hanya menyebutkan hipotesis tentang bagaimana akuntansi seharusnya dipraktekkan tanpa menguji hipotesis tersebut. Teori normatif pada awalnya belum menggunakan pendekatan investigasi formal, baru pada perkembangan berikutnya mulai digunakannya pendekatan investigasi terstruktur formal, yaitu pendekatan deduktif (dimulai dari proposisi akuntansi dasar sampai dengan dihasilkan prinsip akuntansi yang rasional sebagai dasar untuk mengembangkan teknik-teknik akuntansi (Januarti, 2004).
     Perumusan akuntansi normatif mencapai masa keemasan pada tahun 1950 dan 1960an. Selama periode ini perumus akuntansi lebih tertarik pada rekomendasi kebijakan dan apa yang seharusnya dilakukan, bukan apa yang sekarang dipraktekkan. Teori akuntansi normatif berkosentrasi pada penciptaan laba sesungguhnya (true income) selama satu periode akuntansi atau pada diskusi tentang tipe informasi yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan (decision-usefulness). Teoritis true income berkosentrasi pada penciptaan pengukuran tunggal yang unik dan benar untuk aktiva dan laba. Tokoh-tokoh yang terkenal pada aliran akuntansi teori normatif seperti Leonard Spacek (1961), Scott (1941), Patton dan Littleton (1940) (Setialikman, 2005).
     Teori akuntansi normatif mengalami pergeseran ke pendekatan positif pada tahun 1970an. Ada beberapa alasan yang mendasari terjadinya pergeseran ini, yaitu ketidakmampuan pendekatan normatif dalam menguji teori secara empiris, pendekatan normatif lebih banyak berfokus pada kemakmuran investor secara individual daripada kemakmuran masyarakat luas, pendekatan normatif tidak mendorong atau memungkinkan terjadinya alokasi sumber daya ekonomik secara optimal di pasar modal. Aliran positif pertama kali diperkenalkan di Universitas Chichago, kemudian meluas ke beberapa Universitas lainnya di Amerika Serikat seperti Rochester, Barkley, Stanford, UCLA, NY (Rasyid,1997). Teori akuntansi positif mempunyai suatu kepercayaan bahwa realita sosial berada secara independen dari manusia yang memiliki sifat atau esensi tersendiri. Hal ini mengakibatkan fenomena empiris terpisah dari penelitian. Dengan demikian, validitas ilmiah dari dunia empirik diuji melalui observasi (Januarti, 2004). Teori akuntansi dalam pandangan positif sering dimaksudkan sebagai suatu ilmu pengetahuan yang terdiri dari induk pengetahuan dan praktek akuntansi. Beberapa contoh teori akuntansi positif, yaitu creative accounting, earning management, big bath, dan income smoothing. Akuntansi dalam hal ini terdiri dari seperangkat hipotesis yang bersifat deskriptif sebagai hasil penelitian yang menggunakan metode ilmiah tertentu. Teori akuntansi positif difokuskan pada pengujian empirik terhadap asumsi-asumsi yang dibuat teori akuntansi normatif (misalnya prediksi kebangkrutan, keputusan membeli atau menjual saham). Salah satu tokoh aliran teori akuntansi positif yang sangat terkenal adalah Watts dan Zimmerman (1986) (Setialikman, 2005).
     Teori normatif berusaha menjelaskan apa yang seharusnya dilakukan oleh akuntan (what ought to be) dalam proses penyajian informasi keuangan kepada para pamakai dan bukan menjelaskan tentang apakah informasi keuangan itu (what is) atau mengapa hal tersebut terjadi. Sebaliknya, tujuan pendekatan teori positif berusaha rnenguraikan dan menjelaskan apa dan bagaimana informasi keuangan disajikan serta dikomunikasikan kepada para pemakai informasi akuntansi atau dengan kata lain pendekatan positif bukanlah untuk memberikan anjuran mengenai bagaimana praktik akuntansi seharusnya, tetapi untuk menjelaskan mengapa praktik akuntansi mencapai bentuk seperti keadaannya sekarang. Pendekatan teori positif berbeda dengan pendekatan teori normatif jika dihubungkan dengan proses penyusunan standar akuntansi. Teori positif tidak bertujuan untuk menyimpulkan, seperti pada tujuan teori normatif, teknik atau metode akuntansi mana yang baik dan yang buruk dengan mengacu pada kerangka konseptual yang mendasarinya. Pendekatan teori positif hanya berusaha menjawab mengapa para pelaku bisnis mengadopsi standar tertentu dan tidak mengadopsi standar yang lain dan dengan ini berusaha membuat prediksi tentang konsekuensi dari rancangan standar yang diusulkan. (Budiarto, 1999).
     Perbedaan utama antara teori positif dan normatif adalah teori normatif bersifat preskriptif sedangkan teori positif bersifat deskriptif, penjelasan atau prediksi. Teori normatif menuntun untuk memerintah bagaimana akuntan seharusnya bertindak untuk meraih outcome yang dianggap baik, cocok, adil dan sebagainya. Sedangkan teori positif menggambarkan bagaiman seseorang bertindak dengan baik, menjelaskan mengapa orang-orang harus bertindak dengan cara tepat serta dapat . Karena itu, dibutuhkan pengembangan teori akuntansi positif yang bertujuan untuk menguji teori akuntansi normatif secara empiris agar memiliki dasar teori yang kuat. Meskipun demikian, ada beberapa peneliti (Ball dan Foster, Christenson, Tinker dkk., Holthausen & Leftwich, Lowe dkk., McKee dkk., Whittington, dan Hines) yang mengkritik teori akuntansi positif. Kritikan tersebut dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu (1) kritik terhadap filosofi, positif menganut bahwa peneliti berada di luar area penelitian serta memaksimalkan utilitynya. Hal ini tidak mungkin terjadi karena peneliti selalu berada pada area yang ditelitinya dan maksimalitas utility tidak mungkin dicapai hanya sebatas pada kepuasan. (2) kritik terhadap metodologi, teori positif menganut pendekatan bahwa maksimalisasi keuntungan dapat diperoleh melalui harga keseimbangan pasar. Hal ini tidak mungkin karena penelitian dengan harga keseimbangan pasar sangat sedikit pengaruhnya terhadap kontribusi penelitian akuntansi. (3) kritik terhadap penelitian dengan pendekatan ekonomi, yaitu pemaksimalisasi individu yang tidak mungkin atau tidak mudah untuk menghitungnya (Januarti, 2004).
      

DAFTAR PUSTAKA
Budiarto, Arif, 1999, Kaitan Riset Akuntansi dengan Pengajaran dan Praktik Pendekatan Teori Positif, Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia, Vol. 3, No.1, hal: 29-48.

Januarti, Indira. 2004. Pendekatan dan Kritik Teori Akuntansi Positif. Jurnal Akuntansi & Auditing, Vol.1, No.1, hal: 83-94.

Rasyid, I 997, Mengakarkan Akuntansi pada Bumi Sosio Kultural Indonesia: Perlunya Persektif Alternatif, Media Akuntansi, No.23/Th.IV, hal: 13-21.

Setialikman, Eliana. 2005. Pendekatan Teori Akuntansi Normatif Versus Teori Akuntansi Positif. Skripsi. Surabaya: Fakultas Ekonomi, Universitas Katolik Widya Mandala.


Sabtu, 23 Mei 2015

Mengenal Suku Massenrempulu di Kabupaten Enrekang

Mengenal Suku Massenrempulu di Kabupaten Enrekang
Di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan, bermukim tiga suku: Enrekang, Duri, dan Maiwa. Ke-3 suku itu membentuk kesatuan yang disebut suku Massenrempulu. Massenrempulu, secara bahasa Enrekang, berarti melekat seperti beras ketan. Kata yang digunakan untuk menunjukkan kesatuan dari ke-3 suku tersebut. Dalam bahasa Bugis, Massenrempulu disebut Massinringbulu, yang berarti jajaran gunung-gunung. Suku Massenrempulu memang tinggal di daerah yang terdiri dari jajaran gunung-gunung. Gunung yang paling terkenal dan sering dikunjungi para pendaki adalah gunung Latimojong.
Di daerah pegunungan banyak berdiri desa-desa suku Duri; suku Maiwa banyak bermukim di desa-desa yang berbatasan dengan Kabupaten Sidrap, dan suku Enrekang banyak bermukim di kota Enrekang. Selain berbeda wilayah mayoritas, bahasa suku Enrekang, Duri, dan Maiwa juga berbeda dialeknya, namun tetap akan bertemu dalam pengertian dan pengartian yang sama.
Banyak yang mengatakan, suku Massenrempulu merupakan kombinasi antara dua suku: Bugis dan Toraja. Namun, untuk membuktikan hal tersebut, dibutuhkan penelitian lebih mendalam. Yang jelas, suku Massenrempulu tidak memiliki adat yang macam-macam: kematian, pernikahan, pakaian, dan lainnya. Sangat berbeda dengan suku Bugis dan Toraja.
Dalam pernikahan, misalnya, suku Massenrempulu tidak punya upacara seperti mappacci, korontigi, lekka, dan lainnya. Keluarga perempuan juga sangat malu jika anak gadisnya dilamar dengan materi yang sangat mahal. Sangat berbeda dengan suku Bugis, bukan?
Jaman dulu, suku Massenrempulu punya agama animisme bernama Alu’ Tojolo. Namun, seiring dengan masuknya agama Islam, Alu’ Tojolo pun perlahan ditinggalkan. Terhitung hanya desa di wilayah Baraka yang penduduknya ada yang menganut Alu’ Tojolo. Mereka biasanya rutin melakukan pertemuan 1-2 kali sebulan dan mereka biasa melakukan ritualnya di gunung Latimojong.
Dulu, suku Massenrempulu juga memiliki stratifikasi sosial, yaitu bangsawan, menengah, dan rakyat jelata. Stratifikasi sosial tersebut kemudian dihapus oleh Kahar Mudzakkar ketika dia dan pasukannya menguasai Enrekang. Menurut Kahar, gelar Puang hanya milik Tuhan, manusia tidak pantas memilikinya.
Penghapusan tersebutlah yang membuat Andi Sose, teman Kahar Mudzakkar, meninggalkan Enrekang. Andi Sose merupakan satu-satunya orang dari suku Massenrempulu yang memakai gelar kebangsawanannya Andi dan dipanggil Puang. Andi Sose adalah pengusaha pemilik Yayasan Andi Sose dengan unit usaha seperti Universitas 45, Gedung Juang 45, dan lainnya.
Memang masih ada sebagian bangsawan di suku Massenrempulu dan mereka biasa dipanggil puang, namun mereka tidak pernah melekatkan gelar Andi pada nama mereka.
Saat ini, suku Massenrempulu menganut paham hidup sederhana. Mereka hidup dari bertani, berdagang, dan pegawai, sebagian lagi merantau ke Makassar, Toraja, Kendari, bahkan sampai ke kota-kota di Kalimantan hingga luar negeri.

Referensi:
Kompasiana

Taufik Hasyim

MAKALAH EKONOMI “PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN SEBAGAI ALTERNATIF SOLUSI PEMBANGUNAN EKONOMI”

MAKALAH EKONOMI PEMBANGUNAN

“PEMBANGUNAN  BERKELANJUTAN  SEBAGAI ALTERNATIF  SOLUSI  PEMBANGUNAN  EKONOMI”

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah
Pembangunan ekonomi suatu Negara seringkali hanya diukur berdasarkan tingkat dan pertumbuhan GNI (Gross National Income) secara keseluruhan maupun perkapita. Semakin tingginya GNI (Gross National Income) suatu negara, maka semakin baik pula pembangunan ekonomi negara tersebut. Hal ini mendorong setiap negara, khususnya negara berkembang untuk menaikkan tingkat GNI (Gross National Income) dengan cara mengeksploitasi sumber daya alam yang mereka miliki dan meningkatkan industrialisasi. Pengejaran pertumbuhan ekonomi yang dilakukan, umumnya menghendaki hasil keuntungan yang diperoleh dalam jumlah yang besar dan waktu yang cepat. Seperti,  penebangan liar hutan secara massal, penangkapan ikan menggunakan bom atau zat kimia berbahaya, penambangan liar, maupun tindakan eksplotatif lainnya yang dapat meningkatkan pendapatan secara keseluruhan maupun perkapita (GNI), selain itu berkembangnya sektor industrialisasi juga dapat menimbulkan dampak yang serius bagi lingkungan seperti limbah pabrik, pencemaran udara, hingga efek pemanasan global.
Oleh karena itu dibutuhkan sebuah sistem pembangunan yang tidak hanya mengedepankan pengejaran pertumbuhan ekonomi saat ini, namun juga memikirkan pemenuhan kebutuhan dimasa yang akan datang (keberlanjutan pertumbuhan ekonomi dengan terjaganya sumberdaya alam), sistem ini disebut Pembangunan Berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan tidak saja berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan. Lebih luas dari itu, pembangunan berkelanjutan mencakup tiga lingkup kebijakan pembangunan, yaitu pembangunan ekonomi, pembangunan social, dan perlindungan lingkungan.
1.2 Rumusan Masalah
  1. Apakah pengertian  pembangunan ekonomi suatu negara?
  2. Apakah implikasi pembangunan ekonomi khususnya di negara berkembang?
  3. Dampak Pembangunan Ekonomi Terhadap Lingkungan
  4. Apakah solusi untuk menciptakan sistem pembangunan yang arif di masa yang akan datang?

1.3 Tujuan
  1. Mengidentifikasi definisi pembangunan ekonomi suatu negara.
  2. Mengidentifikasi implikasi pembangunan ekonomi khususnya dinegara-negara berkembang.
  3. Mengidentifikasi Dampak Pembangunan Ekonomi Terhadap Lingkungan
  4. Mengidentifikasi alternatif solusi bagi pembangunan dimasa yang akan datang.

BAB II
PEMBAHASAN

1.1  Pembangunan Ekonomi
Menurut Siagian (1994)  pembangunan diartikan sebagai “Suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan per­ubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation building)”. Sedangkan Menurut Mellor (1987;81), pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang dengannya perekonomian diubah dari apa yang sebagian besar pedesaan dan pertanian menjadi sebagian besar perkotaan, industri, dan jasa–jasa. Jadi inti dari pembangunan ekonomi adalah adanya pertumbuhan ekonomi.
Pembangunan ekonomi tak dapat lepas dari pertumbuhan ekonomi (economic growth). Pembangunan ekonomi mendorong pertumbuhan ekonomi, begitupula sebaliknya, pertumbuhan ekonomi memperlancar proses pembangunan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi sendiri merupakan proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional (kuantitatif). Suatu negara dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi apabila terjadi peningkatan GNP riil di negara tersebut. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi.
Definisi pembangunan ekonomi secara konvensioanal  sendiri menekankan pada peningkatan income per capita (pendapatan per kapita), yaitu menekankan pada kemampuan suatu negara untuk meningkatkan output yang dapat melebihi pertumbuhan penduduk. Definisi pembangunan konvensional ini sering dikaitkan dengan sebuah strategi mengubah struktur suatu negara atau sering kita kenal dengan industrialisasi. Industrialisasi yang diiringi dengan eksploitasi sumberdaya alam dinilai dapat meningkatkan income perkapita suatu negara.
1.2 Implementasi Pembangunan Ekonomi di Indonesia
Industrialisasi dijadikan cara utama untuk meningkatkan pendapatan perkapita suatu negara, karena melalui industrialisasi dapat dihasilkan produk manufaktur dalam jumlah yang cepat, hemat tenaga kerja, namun dengan hasil (output) yang besar. Industrialisasi pun diiringi dengan ekploitasi sumber daya alam yang umumnya dijadikan bahan baku industri, seperti kayu yang dipergunakan untuk industry pulp, industri furnitur, dan sebagainya.
Sejak pemerintahan Presiden Soeharto, pertumbuhan ekonomi melalui industrialisasi dan eksploitasi suumber daya alam seperti minyak bumi, kayu, dan hasil alam lainnya terus digalakkan. Hal ini didukung dengan penanaman modal asing dan bantuan dana pinjaman internasional yang tinggi (Schwartz, 1994). Tahun 1994, pendapatan perkapita naik menjadi 650 dollar Amerika Serikat; hasil-hasil yang mengagumkan dicapai dibidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan Indonesia bersiap-siap untuk masuk kelompok “macan” Asia Timur dalam abad 21 (World Bank, 1994 dalam Barber, 1997). Pembangunan ekonomi semacam inilah yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk meningkatkan pendapatan perkapita yang mengagumkan. namun, hasil-hasil yang mengesankan ini dibayar dengan biaya kerusakan lingkungan hidup yang tidak terkira.
1.3 Dampak Pembangunan Ekonomi Terhadap Lingkungan
Meningkatnya industrialisasi berdampak negativ terhadap lingkungan, antara lain menimbulkan pencemaran udara, pencemaran air, dan pencemaran daratan.
  1. Dampak Pencemaran Udara
Dampak yang ditimnulkan dari pencemaran udara sangat merugikan, pencemaran udara tidak hanya berakibat langsung kepada kesehatan manusia saja tetapi juga dapat merusak lingkungan lainnya, seperti hewan, tanaman, gedung, dan lain sebagainya.
Bedasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat tahun 1980, kematian yang disebabkan oleh pencemaran udara mencapai 51.000 orang. angka tersebut cukup mengerikan karena bersaing keras dengan angka kematian yang disebabkan oleh penyakit lainnya seperti jantung, kanker, AIDS dan lain sebagainya (Wardhana, 2008).
Dalam jangka panjang pencemaran udara akibat indutri dapat mengakibatkan kerusakan ozon dan efek rumah kaca. lapisan ozon merupakan lapisan atmosfir bumi yang berfungsi sebagai pelindung dari sinar ultraviolet yang datang berlebihan dari sinar matahari. Jika lapisan ozon rusak, maka sinar ultraviolet akan langsung diteruskan ke bumi dan merusak kulit manusia. Selain dapat mengakibatkan kanker kulit, sinar ultraviolet juga dapat mengakibatkan suhu bumi menjadi naik (Wardhana, 2008).
2.      Pencemaran Air
Masih banyak sektor industri yang membuang limbahnya ke aliran air/ sungai, sehingga limbah yang mengandung zat berbahaya seperti Kadmium, Kobalt, Air Raksa, dan lain sebaginya dapat membahayakan tubuh manusia yang menggunakan air tercemar tersebut.
Air yang tercemar oleh limbah organik terutama limbah industri olahan makanan, merupakan tempat yang subur untuk berkembangnya mikroorganisme, termasuk mikroba pathogen. mikroba pathogen yang berkembangbiak dalam air tercemar dapat menyebabkan timbulnya berbagai penyakit yang dapat menular dengan mudah, seperti Hepatitis A, Polliomyelitis, Cholera, Ascariasis, dan lain sebagainya (Wardhana, 2008).
Limbah industri produk electroplating, PVC, dan obat-obatan umumnya mengandung Kadmium (Cd). Apabila Kadmium (Cd) tersebut diabsorbsi oleh tubuh manusia, ia akan mempengaruhi otot polos pembuluh darah. Akibatnya tekanan darah menjadi tinggi kemudian mengakibatkan gagal jantung. Ginjal pun dapat rusak dari keracunan Cd.
Industri plastik, sabun, dan kosmetika umumnya menghasilkan limbah yang mengandung air raksa atau merkuri (Hg). Gejala keracunan merkuri ditandai denga sakit kepala, penglihatan menjadi kabur, dan daya ingat menurun. kematian dapat terjadi karena kondisi tubuh yang makin melemah.
3.      Pencemaran Daratan
Pencemaran daratan umumnya berasal dari limbah berbentuk padat yang dibuang atau dikumpulkan disuatu tempat penampungan. dampak nya dapat terlihat secara langsung yaitu menimbulkan pemandangan yang tidak sedap, kotor, dan kumuh. Dampak secara tidak langsung yang akibat pencemaran daratan yaitu, penyakit Pes, Kaki Gajah, Malaria, dan Demam Berdarah.
1.4 Pembangunan Berkelanjutan Sebagai Sebuah Solusi
Pembangunan “Pembangunan berkelanjutan merupakan suatu proses pembangunan yang mengoptimalkan manfaat sumber daya alam dan sumber daya manusia secara berkelanjutan, dengan cara menyerasikan aktivitas manusia sesuai dengan kemampuan sumber daya alam yang menopangnya dalam suatu ruang wilayah daratan, lautan, dan udara sebagai suatu kesatuan” (Sugadhy, 2000)
Konsep Pembangunan Berkelanjutan ini kemudian dipopulerkan melalui laporan WCED berjudul “Our Common Future” (Hari Depan Kita Bersama) yang diterbitkan pada 1987. Laporan ini mendefinisikan Pembangunan Berkelanjutan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.
Pembangunan berkelanjutan hadir sebagai sebuah solusi dari pembangunan konvensional yang hanya mengejar pertumbuhan ekonomi semata. Pembangunan konvensional yang selama ini dikejar melalui industrialisasi dan eksplotasi sumberdaya alam, tentunya hanya mengedepankan keuntungan pembangunan sesaat tanpa mengedepankan kemampuan alam dan lingkungan untuk tetap mendukung keberlangsungan proses pembangunan kedepan.
Pada intinya pembangunan berkelanjutan memiliki dua unsur pokok, yaitu kebutuhan yang wajib dipenuhi terutama bagi kaum miskin, dan kedua adanya keterbatasan sumber daya dan teknologi serta kemampuan organisasi sosial dalam memanfaatkan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan masa mendatang. Untuk itu, Komisi Brandtland memberikan usulan penting dalam pembangunan berkelanjutan yaitu adanya keterpaduan konsep politik untuk melakukan perubahan yang mencakup berbagai masalah baik sosial, ekonomi maupun lingkungan.
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan sendiri mencakup tiga dimensi yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan. Dalam dimensi ekonomi terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai antara lain upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi, memerangi kemiskinan, serta mengubah produksi dan konsumsi ke arah yang seimbang. Sedangkan dimensi sosial berhubungan dengan pemecahan masalah kependudukan, perbaikan pelayanan masyarakat, peningkatan kualitas pendidikan, dan lain-lain. Adapun dimensi lingkungan memiliki tujuan-tujuan antara lain upaya pengurangan dan pencegahan terhadap polusi, pengelolaan limbah serta konservasi/preservasi sumber daya alam. Dengan demikian tujuan pembangunan berkelanjutan terfokus pada ketiga dimensi di atas yaitu keberlanjutan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi (economic growth), keberlanjutan kesejahteraan sosial yang adil dan merata (social progress) serta keberlanjutan ekologi dalam tata kehidupan yang serasi dan seimbang (ecological balance).
Menurut Brandtland langkah-langkah yang dapat diambil untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan, yaitu:
1.      Menata kembali pertumbuhan ekonomi serta meningkatkan kualitasnya
2.      Memenuhi kembali kebutuhan pokok warga akan pekerjaan, makanan, energy, air, dan sanitasi.
3.      Menjada perkembangan penduduk agar tetap seimbang dengan daya dukung lingkungan untuk menghasilkan produksi.
4.      Melakukan konservasi dan menambah sumber daya yang tersedia.
5.      Reorientasi penggunaan teknologi dan manajemen resiko, juga
mengintegrasikan kebijakan ekonomi dengan kebijakan lingkungan dalam pengambilan keputusan.
Apabila langkah-langkah pembangunan berkelanjutan tersebut dilaksanakan dengan baik, niscaya akan memberikan manfaat yang nyata bagi pemerintah, usaha swasta dan masyarakat, yang ketiganya merupakan pilar utama dalam pemerintahan baru yang lebih baik (Good Governance). Hal ini terjadi karena dapat menjaga kesinambungan pembangunan, menjamin ketersediaan sumber daya, menjunjung tinggi harkat dan martabat warga serta meningkatkan pemerintahan yang lebih baik. Pembangunan yang terkendali dengan baik tidak akan merusak sumber daya alamnya. Penggunaan sumber daya alam harus dilakukan dengan bijak dan penuh kehati-hatian agar persediaan sumber daya terjamin guna mendukung pembangunan.
Sehingga pembangunan yang berlangsung saat ini tidak hanya upaya industrialisasi dan eksplotasi sumberdaya alam untuk mengejar pertumbuhan ekonomi semata. Hal ini juga merupakan pembangunan ekonomi yang tetap mempedulikan kelangsungan lingkungan agar proses pembangunan yang ada dapat terus dilakukan hingga generasi yang akan datang.


BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan:
Pembangunan ekonomi selalu terlihat dari banyaknya pembangunan di sektor ekonomi yang lebih ditujukan pada pembangunan sarana tanpa melihat dampaknya yang dipikirkan adalah keuntungan semata yang mengeksploitasi sumberdaya alam besar-besaran padahal dampak yang terjadi sangat merugikan mengakibatkan alam kita rusak sehingga terjadi pencemaran dimana-mana. Semula yang terbayang hanya kesenangan tetapi yang dihasilkan sebaliknya. Maka dari itu sebagai generasi penerus kita harus memperbaiki mulai dari sekarang, agar menciptakan bangsa Indonesia yang tentram dan sejahtera.

3.2  Saran:
Pembangunan berkelanjutan harus dimulai dari sekarang dan harus ditanamkan pada setiap jiwa masyarakat Indonesia agar sumberdaya alam yang dimiliki tetap terjaga dan dapat dilestarikan, serta pembangunan ekonomipun dapat berjalan.



DAFTAR PUSTAKA
Barber, dkk. 2005. Meluruskan Arah Pelestarian Keanekaragaman Hayati dan Pembangunan di Indonesia . Jakarta : Obor Indonesia.
Sugandhy,dkk.2000. Prinsip Dasar Pembangunan Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan. Jakarta: Bumi Aksara.
Smith C Stephen, Todaro P. Michael. 2006. Pembangunan Ekonomi. Munandar, dkk, penerjemah. Jakarta: PT Erlangga. Terjemahan dari: Economic Development.
Wardhana, Wisnu Arya.2008.Dampak Pencemaran Lingkungan.Penerbit Andi:Yogyakarta