Teori
akuntansi merupakan bagian penting dari praktik akuntansi. Pengetahuan terhadap
akuntansi akan mengimbangi berbagai pengalaman dan kemampuan praktis dalam
menyelesaikan masalah. Suatu permasalahan dapat dilihat dengan perspektif yang
lebih luas dan terinci melalui teori akuntansi. Selain itu, praktik akuntansi
yang baik tidak akan tercapai tanpa ada teori yang melandasinya. Awal perkembangan teori akuntansi menghasilkan teori normatif yang
didefinisikan sebagai teori yang mengharuskan dan menggunakan kebijakan nilai (value judgement) yang mengandung minimum sebuah premis, yang mengatakan jalan atau cara yang seharusnya ditempuh. Akuntansi
normative adalah praktik akuntansi yang dilaksanakan sesuai dengan aturan yang
telah ditetapkan, yang dikenal dengan nama Praktik Akuntansi Berterima Umum
(PABU) atau Generally Accepted Accounting
Principles (GAAP). Salah satu bagian dari PABU yaitu Standar Akuntansi
Keungan (SAK). Teori
normatif sering
dinamakan teori apriori (artinya dari sebab ke akibat atau bersifat deduktif), karena teori tersebut bukan dihasilkan dari penelitian empiris, tetapi
dihasilkan dari kegiatan “semi-research”. Teori normatif hanya menyebutkan hipotesis tentang bagaimana
akuntansi seharusnya dipraktekkan tanpa menguji hipotesis tersebut.
Teori normatif
pada awalnya belum menggunakan pendekatan investigasi formal, baru pada perkembangan berikutnya mulai
digunakannya pendekatan investigasi terstruktur formal, yaitu pendekatan deduktif (dimulai
dari proposisi akuntansi dasar sampai dengan dihasilkan prinsip akuntansi yang rasional
sebagai dasar untuk mengembangkan teknik-teknik akuntansi (Januarti, 2004).
Perumusan akuntansi normatif mencapai masa keemasan pada
tahun 1950 dan 1960an. Selama periode ini perumus akuntansi lebih
tertarik pada rekomendasi kebijakan dan apa yang seharusnya
dilakukan, bukan apa yang sekarang dipraktekkan. Teori akuntansi normatif berkosentrasi pada penciptaan laba sesungguhnya (true income) selama satu periode akuntansi atau pada diskusi tentang tipe informasi yang bermanfaat
dalam pengambilan keputusan (decision-usefulness). Teoritis true income berkosentrasi
pada penciptaan pengukuran tunggal yang unik dan benar untuk aktiva dan laba. Tokoh-tokoh yang terkenal pada aliran akuntansi teori normatif seperti Leonard Spacek (1961), Scott
(1941), Patton dan
Littleton (1940) (Setialikman, 2005).
Teori akuntansi normatif mengalami pergeseran ke pendekatan
positif pada tahun 1970an. Ada beberapa alasan yang mendasari terjadinya pergeseran ini, yaitu ketidakmampuan pendekatan normatif dalam
menguji teori secara empiris, pendekatan normatif lebih banyak berfokus pada kemakmuran investor secara individual daripada kemakmuran masyarakat
luas, pendekatan normatif tidak mendorong atau memungkinkan
terjadinya alokasi sumber daya ekonomik secara optimal di pasar modal. Aliran positif pertama kali diperkenalkan di Universitas Chichago, kemudian
meluas ke beberapa
Universitas lainnya di Amerika Serikat seperti Rochester, Barkley, Stanford,
UCLA, NY
(Rasyid,1997). Teori akuntansi positif mempunyai suatu kepercayaan bahwa realita sosial berada secara independen dari manusia yang memiliki sifat
atau esensi tersendiri. Hal ini mengakibatkan fenomena empiris terpisah dari penelitian. Dengan demikian, validitas ilmiah dari dunia empirik diuji melalui observasi (Januarti, 2004). Teori
akuntansi dalam pandangan positif sering dimaksudkan sebagai suatu ilmu pengetahuan yang terdiri
dari induk pengetahuan dan praktek akuntansi.
Beberapa contoh teori akuntansi positif, yaitu creative accounting, earning management, big bath, dan income smoothing. Akuntansi
dalam hal ini terdiri
dari seperangkat hipotesis yang bersifat deskriptif sebagai hasil penelitian yang
menggunakan metode
ilmiah tertentu. Teori akuntansi positif difokuskan pada pengujian empirik terhadap asumsi-asumsi yang dibuat teori akuntansi normatif (misalnya prediksi kebangkrutan, keputusan membeli atau menjual saham). Salah satu
tokoh aliran teori akuntansi positif yang sangat terkenal adalah Watts dan Zimmerman (1986) (Setialikman, 2005).
Teori normatif berusaha menjelaskan
apa yang seharusnya dilakukan
oleh akuntan (what ought to be)
dalam proses penyajian informasi keuangan kepada para pamakai dan bukan menjelaskan tentang apakah informasi
keuangan itu (what
is) atau mengapa hal tersebut terjadi. Sebaliknya, tujuan pendekatan teori positif
berusaha rnenguraikan
dan menjelaskan apa dan bagaimana informasi keuangan disajikan serta dikomunikasikan
kepada para pemakai informasi akuntansi atau dengan kata lain pendekatan positif bukanlah untuk memberikan anjuran mengenai
bagaimana praktik akuntansi seharusnya, tetapi untuk menjelaskan mengapa praktik akuntansi mencapai bentuk seperti keadaannya
sekarang. Pendekatan
teori positif berbeda dengan pendekatan teori normatif jika dihubungkan dengan proses penyusunan standar
akuntansi. Teori
positif tidak bertujuan untuk menyimpulkan, seperti pada tujuan teori normatif,
teknik atau metode akuntansi mana yang baik dan yang buruk dengan mengacu pada kerangka konseptual yang mendasarinya.
Pendekatan teori
positif hanya berusaha menjawab mengapa para pelaku bisnis mengadopsi standar tertentu dan tidak mengadopsi standar yang lain
dan dengan ini berusaha membuat prediksi tentang konsekuensi
dari rancangan standar yang
diusulkan. (Budiarto, 1999).
Perbedaan utama antara teori positif dan normatif adalah
teori normatif bersifat preskriptif sedangkan teori positif bersifat deskriptif,
penjelasan atau prediksi. Teori normatif menuntun untuk memerintah
bagaimana akuntan seharusnya bertindak untuk meraih outcome yang dianggap baik,
cocok, adil dan sebagainya. Sedangkan teori positif menggambarkan bagaiman
seseorang bertindak dengan baik, menjelaskan mengapa orang-orang harus
bertindak dengan cara tepat serta dapat . Karena
itu, dibutuhkan pengembangan teori akuntansi positif yang bertujuan untuk
menguji teori akuntansi normatif secara empiris agar memiliki dasar teori yang
kuat. Meskipun demikian, ada beberapa peneliti (Ball dan Foster, Christenson, Tinker dkk., Holthausen & Leftwich, Lowe dkk., McKee dkk., Whittington, dan Hines) yang mengkritik teori akuntansi positif. Kritikan
tersebut dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu (1) kritik terhadap filosofi, positif
menganut bahwa peneliti berada di luar area
penelitian serta memaksimalkan utilitynya. Hal ini tidak mungkin terjadi
karena peneliti selalu berada pada area yang ditelitinya dan maksimalitas utility tidak
mungkin dicapai hanya sebatas pada kepuasan. (2) kritik terhadap metodologi, teori positif
menganut pendekatan
bahwa maksimalisasi keuntungan dapat diperoleh melalui harga keseimbangan pasar. Hal ini tidak mungkin
karena penelitian dengan harga keseimbangan pasar sangat sedikit pengaruhnya terhadap kontribusi
penelitian akuntansi. (3) kritik terhadap penelitian dengan pendekatan ekonomi, yaitu pemaksimalisasi individu yang tidak
mungkin atau tidak mudah untuk menghitungnya (Januarti,
2004).
DAFTAR
PUSTAKA
Budiarto,
Arif, 1999, Kaitan Riset Akuntansi dengan Pengajaran dan
Praktik Pendekatan
Teori Positif, Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia, Vol. 3, No.1, hal: 29-48.
Januarti,
Indira. 2004. Pendekatan dan Kritik Teori Akuntansi Positif. Jurnal Akuntansi & Auditing, Vol.1, No.1, hal:
83-94.
Rasyid, I 997, Mengakarkan Akuntansi pada Bumi Sosio
Kultural Indonesia: Perlunya Persektif Alternatif, Media Akuntansi, No.23/Th.IV, hal: 13-21.
Setialikman,
Eliana. 2005. Pendekatan Teori Akuntansi Normatif Versus Teori
Akuntansi Positif. Skripsi. Surabaya:
Fakultas Ekonomi, Universitas
Katolik Widya
Mandala.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar