“PENGAMBILAN SAMPEL AUDIT DALAM
PENGUJIAN SUBSTANTIF”
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Auditor
melakukan pemilihan sampel dengan maksud untuk memperoleh sampel yang
representative. Sampel yang representative adalah sampel yang mempunyai karakteristik
populasi. Sebagai contoh auditor menemukan 2% kesalahan atas faktur
penjualan , seandainya ia melakukan inspeksi atas seluruh faktur penjualan.
Misalkan, auditor ada 100 buah jumlah faktur penjualan sebagai sampel dari
suatu populasi. Sampel tersebut dapat dikatakan sebagai sampel yang
representative apabila auditor menemukan dua buah faktur yang mengandung
kesalahan.
Disamping
itu sampel harus mengandung stabilitas. Yang dimaksud disini adalah apabila
jumlah sampel ditambah atau dikurangi maka hasilnya harus sama dan tidak
berubah.
Pada kenyataanya, auditor tidak dapat mengetahui apakah
sampel yang diambil kerupakan sampel yang representative, meskipun ia telah
selesai melaksanakan seluruh pengujian. Auditor maksimal hanya dapat
meningkatkan kualitas pengambilan sampel menjadi mendekati kualitas sampel yang
representative. Hal tersebut dapat dilaksanakan auditor dengan cara merancang
dan melakukan seleksi sampel, dan mengevaluasi hasil sampel secara cermat dan
teliti.
Sampling
audit dapat diterapkan baik untuk melakukan pengujian pengendalian maupun
pengujian substantive. Meskipun demikian, auditor biasanya tidak menerapkan
sampling audit dalam prosedur pengujian yang berupa pengajuan pertanyaan atau
tanya jawab, observasi, dan prosedur analitis. Sampling audit banyak diterapkan
auditor dalam prosedur pengujian yang berupa vouching, tracing, dan
konfirmasi. Sampling audit, jika diterapkan dengan semestinya akan dapat
menghasilkan bukti audit yang cukup, sesuai dengan yang diinginkan standar pekerjaan
lapangan yang ketiga.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.
Apa yang dimaksud dengan sampel audit?
2.
Apa saja konsep-konsep dasar dalam pengujian
substantive?
3.
Ketidakpastian, resiko sampling dan resiko audit
4.
Pendekatan sampling statistic
5.
Sampling Nonstatistik dalam pengujian substantive
1.3 TUJUAN
1.
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan sampel
audit.
2.
Untuk mengetahui konsep-konsep dasar dalam pengujian
substantive.
3.
Untuk mengetahui Ketidakpastian, resiko sampling dan
resiko audit
4.
Untuk mengetahui pendekatan sampling statistic
5.
Untuk mengetahui sampling nonstatistik dalam
pengujian substantive
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN
SAMPEL AUDIT
Ikatan Akuntansi Indonesia melalui
Standar Profesional Akuntan Publik Seksi 350 mendefinisikan sampling audit
sebagai, “penerapan prosedur audit
terhadap unsure-unsur suatu saldo akun atau kelompok transaksi yang kurang dari
seratus persen dengan tujuan untuk menilai beberapa karakteristik saldo akun
atau kelompok transaksi tersebut.”
Sampling
audit dapat diterapkan baik untuk melakukan pengujian pengendalian maupun
pengujian substantive. Meskipun demikian, auditor biasanya tidak menerapkan
sampling audit dalam prosedur pengujian yang berupa pengajuan pertanyaan atau
tanya jawab, observasi, dan prosedur analitis. Sampling audit banyak diterapkan
auditor dalam prosedur pengujian yang berupa vouching, tracing, dan
konfirmasi. Sampling audit, jika diterapkan dengan semestinya akan dapat
menghasilkan bukti audit yang cukup, sesuai dengan yang diinginkan standar
pekerjaan lapangan yang ketiga.
2.2 KONSEP-KONSEP DASAR SIFAT DAN TUJUAN
Sampling audit adalah penerapan
prosedur pengauditan atas unsur-unsur dalam suatu populasi kurang dari 100%,
seperti saldo rekening atau kelompok transaksi, dengan tujuan untuk
mengevaluasi sejumlah karakteristik populasi. Audit sampling yang akan
diterangkan dalam bab ini digunakan untuk mendapatkan informasi tentang
jumlah-jumlah rupiah. Jadi sampel ini digunakan dalam rangka pengujian
subtantif, yaitu mengumpulkan bukti tentang kewajaran asersi-asersi manajemen
dalam laporan keuangan. Rencana sampling dalam pengujian subtantif dirancang
untuk:
1. mendapatkan bukti bahwa suatu saldo
rekening tidak salah saji secara material(sebagai contoh, mislanya nilai buku
rekening piutang dagang), atau
2. membuat suatu estimasi independen
tentang suatu jumlah (sebagai contoh, misalkan nilai persediaan yang tidak ada
catatan nilai bukunya).
2.3 KETIDAKPASTIAN, RISIKO SAMPLING, DAN
RISIKO AUDIT
Auditor dimungkinkan untuk menerima
sejumlah ketidakpastian dalam pengujian subtantif, apabila waktu dan biaya
untuk memeriksa unsur-unsur dalam populasi menurut pertimbangannya akan lebih
besar daripada akibat kemungkinan menyatakan pendapat yang keliru dari hasil
pemeriksaan hanya pada data sampel.
Sampling audit dalam pengujian
subtantif dipengaruhi baik oleh risiko sampling maupun risiko nonsampling.
Risiko sampling yang berkaitan dengan pengujian subtantif adalah: Risiko keliru
menerima (biasa disebut risiko beta) yaitu risiko mengambil kesimpulan,
berdasarkan hasil sampel, bahwa saldo rekening tidak berisi salah saji
material, padahal kenyataannya saldo rekening telah salah saji secara material.
Risiko keliru menolak (biasa disebut risiko alpha) yaitu risiko mengambil
kesimpulan, berdasarkan hasil sampel, bahwa saldo rekening berisi salah saji
secara material, pada kenyataannya saldo rekening tidak berisi salah saji
secara material.
2.4 PENDEKATAN SAMPLING STATISTIK
Ada dua pendekatan sampling
statistik yang bisa digunakan oleh auditor dalam pengujian subtantif, yaitu:
1. Sampling probabilitas proporsional
dengan ukuran (PPU), dan
2. Sampling variabel klasik.
Perbedaan kedua pendekatan tersebut
ialah bahwa sampling PPU didasarkan pada teori sampling atribut, sedangkan
sampling variabel klasik didasarkan pada teori distribusi normal.
1.
SAMPLING
PROBABILITAS PROPORSIONAL DENGAN UKURAN
Sampling PPU adalah suatu pendekatan
yang menggunakan teori sampling atribut untuk menyatakan kesimpulan dalam
jumlah rupiah, bukan sebagai tingkat deviasi. Jenis sampling ini bisa digunakan
dalam pengujian subtantif terhadap transaksi dan saldo-saldo. Model ini
terutama diterapkan dalam pengujian transaksi dan saldo yang salah saji terlalu
tinggi (overstatement) dan terutama akan berguna dalam pengujian:
Piutang apabila pengkreditan yang tidak dikerjakan terhadap rekening debitur
tidak signifikan. Investasi dalam surat berharga. Pengujian harga persediaan
apabila diperkirakan hanya terdapat sedikit selisih tambahan pada aktiva tetap.
Pendekatan ini juga tidak sesuai untuk digunakan, apabila tujuan utama sampling
adalah untuk melakukan estimasi secara independen atas kelompok transaksi atau
saldo-saldo.
A.
Rencana
Sampling
Tahap-tahap dalam rencana sampling
adalah
1.
Menetapkan
tujuan rencana,
2.
Merumuskan
populasi dan unit sampling,
3.
Menentukan
ukuran sampel,
4.
Menentukan
metoda pemilihan sampel,
5.
Melaksanakan
rencana sampling,
6.
Mengevaluasi
hasil sampel.
B.
Menetapkan
Tujuan Rencana Sampling
Tujuan sampling PPU yang paling umum
adalah untuk mendapatkan bukti bahwa saldo rekening menurut catatan tidak salah
saji secara material. Asersiasersi laporan keuangan yang dibuktikan sampel
bergantung kepada prosedur yang diterapkan untuk unsur sampel bergantung kepada
prosedur yang diterapkan unsur-unsur sampel yang bersangkutan.
C.
Merumuskan
Populasi dan Unit Sampling
Populasi terdiri dari kelompok
transaksi atau saldo rekening yang akan diuji. Untuk setiap populasi, auditor
harus memutuskan apakah semua unsur akan dimasukkan. Sebagai contoh, ada 4
kemungkinan populasi apabila populasi didasarkan pada saldo rekening dalam buku
pembantu piutang dagang, yaitu semua saldo, saldo debet saja, saldo kredit
saja, dan saldo nol.
D.
Menentukan
Ukuran Sampel
Rumus untuk menentukan ukuran sampel
dalam sampling PPU adalah :
SD (AS x FE)
NB x FK
Keterangan:
NB = nilai buku populasi yang diuji
FK = faktor keandalan (realibility factor) untuk
risiko keliru menerima yang ditetapkan
SD = salah saji ditoleransi
AS = antisipasi salah saji
FE = faktor ekspansi untuk
antisipasi salah saji
Dalam menetapkan tingkat risiko
salah menerima yang dapat diterima, auditor harus mempertimbangkan (1) Tingkat
risiko audit yang ditetapkan auditor bahwa suatu salah saji material tidak akan
terdeteksi, (2) Tingkat risiko pengendalian yang ditetapkan, dan (3) Hasil
pengujian detil dan prosedur analitis. Salah saji bisa ditoleransi(SD) adalah
maksimum salah saji yang diterima untuk berada dalamsuatu rekening sebelum hal
itu dipandang sebagai salah saji secara material. Semakin kecil SD akan semakin
besar ukuran sampelnya.
Dalam sampling PPU, auditor tidak
mengkualifikasi risiko keliru menolak. Namun demikian, hal tersebut
dikendalikan secara tidak langsung dengan menetapkan antisipasi salah saji (AS)
yang berhubungan terbalik dengan risiko keliru menolak dan berhubungan langsung
dengan ukuran sampel.
Faktor Ekspansi (FE) diperlukan
hanya apabila salah saji diantisipasi. Semakin kecil risiko keliru menerima,
semakin besar faktor ekspansi. Pengaruh perubahan dalam nilai suatu faktor
terhadap ukuran sampel, apabila faktor-faktor lainnya konstan, dapat diringkas
sebagai berikut:
Faktor
Hubungan terhadap ukuran sampel
A. Nilai
B. Risiko keliru menerima
C. Salah saji ditoleransi
D. Antisipasi salah saji
Faktor ekspansi untuk antisipasi
salah saji
A. Langsung
B. Terbalik
E.
Menentukan
Metoda Pemilihan Sampel
Metoda pemilihan yang paling banyak
digunakan dalam sampling PPU adalah pemilihan sistematik. Metoda ini membagi
total rupiah menjadi intervalinterval rupiah yang sama. Dengan demikian
interval sampling dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:
IS = NB
F.
Melaksanakan
Rencana Sampling
Pada tahap rencana ini, auditor
menerapkan prosedur pengauditan yang sesuai untuk menentukan suatiu nilai
menurut audit untuk setiap unit logis yang diikutsertakan dalam sampel.
G.
Mengevaluasi
Hasil Sampel
Dalam melakukan evaluasi atas hasil
sampel, auditor menghitung batas atas salah saji (BAS) dari data sampel dan
membandingkannya dengan salah saji yang ditoleransi sebagaimana ditetapkan
dalam rancangan sampel. Batas atas salah saji dapat dihitung dengan cara
sebagai berikut:
BAS = PS + CRS
Keterangan :
PS = Total proyeksi salah saji dalam
populasi
CRS = Cadangan risiko salah saji
Apabila tidak ditemukan salah saji
dalam sampel, maka faktor PS dalam rumus diatas adalah nol rupiah. Dalam hal
tidak terdapat salah saji, maka factor cadangan resiko sampling (CRS) terdiri
dari satu komponen yang disebut presisi dasar (PD). Jumlahnya diperoleh dengan
mengalikan faktor keandalan (FK) untuk salah saji nol pada risiko keliru
menerima yang ditetapkan dengan interval sampling (IS). Dan apabila ditemukan
beberapa salah saji dalam sampel, auditor harus menghitung baik proyeksi total
salah saji dalam populasi maupun cadangan risiko sampling untuk menentukan
batas atas salah saji untuk salah saji terlalu tinggi. Cadangan risiko
sampling. CRS untuk sampel yang berisi salah saji memiliki dua komponen seperti
dinyatakan dalam formula berikut:
CRS = PD + KC
Keterangan :
PD = presisi dasar
KC =
kenaikan cadangan yuang disebabkan oleh salah saji.
Seperti halnya dalam sampling
atribut, auditor harus mempertimbangkan aspek kualitatif dari salah saji dalam
jumlah rupiah.
H.
Keuntungan
dan Kerugian Pemakaian Sampling PPU
Audit Sampling Guide yang disusun oleh AICPA menyebutkan
keuntungan dan kerugian pemakaian sampling PPU. Keuntungan sampling PPU adalah
sebagai berikut: Lebih mudah digunakan dibandingkan dengan sampling variabel
klasik karena auditor dapat menghitung ukuran sampel dan mengevaluasi hasil
sampel dengan tangan atau dengan bantuan tabel.
Besarnya ukuran sampel PPU tidak
didasarkan atas berbagai taksiran nilai audit. Sampling PPU secara otomatis
menghasilkan sampel berstrata Pemilihan sampel sistematik PPU, secara otomatis
mengidentifikasi setiap unsure yang secara individual signifikan apabila
nilainya melebihi batas atas rupiah tertentu. Apabila auditor menduga terjadi
salah saji, sampling PPU biasanya akan menghasilkan ukuran sampel yang lebih
kecil daripada sampel yang dihasilkan oleh sampling variabel klasik. Sampel PPU
dirancang lebih mudah dan pemilihan sampel bisa dimulai sebelum tersedia
populasi yang lengkap.
I.
Kerugian
pemakaian sampling PPU adalah sebagai berikut:
Sampling PPU didasarkan pada asumsi
bahwa nilai audit dari suatu unit sampling tidak akan lebih kecil dari nol atau
lebih besar dari nilai buku. Apabila diperkirakan terjadi salah saji terlalu
rendah atau nilai audit lebih kecil dari nol, maka diperlukan perancangan yang
khusus. Apabila ditemukan salah saji terlalu rendah dalam sampel, maka evaluasi
atas sampel memerlukan pertimbangan khusus. Pemilihan saldo nol memerlukan
pertimbangan khusus. Evaluasi PPU bisa melebihi CRS apabila salah saji
ditemukan dalam sampel, akibatnya auditor kemungkinan besar akan menolak nilai
buku populasi yang sesungguhnya bisa diterima. Apabila jumlah salah saji
meningkat, maka ukuran sampel yang sesuai juga akan meningkat. Oleh karena itu
akan terjadi pengambilan sampel yang besar dibandingkan dengan sampel pada
sampling variabel klasik.
2.
SAMPLING
VARIABEL KLASIK
Dalam pendekatan ini teori
distribusi normal digunakan untuk mengevaluasi karakteristik populasi
berdasarkan hasil sampel yang ditarik dari populasi. Sampling variabel klasik
akan berguna bagi auditor apabila tujuan audit berkaitan dengan kemungkinan
terjadinya salah saji terlalu tinggi atau rendah pada suatu saldo rekening dan
hal-hal lainnya.
Jenis-jenis
Teknik Sampling Variabel Klasik
Tiga teknik yang bisa digunakan dalam sampling variabel
klasik adalah:
A. Mean-per-unit (MPU),
B. Selisih, dan
C. Rasio.
Kendala yang harus dipertimbangkan
dalam memilih teknik yang sesuai: Kemampuan untuk merancang suatu strata
sampel. Ekspektaksi jumlah perbedaan antara nilai audit dengan nilai buku.
Estimasi
Mean-Per-Unit (MPU)
Sampling estimasi MPU meliputi
penentuan nilai audit untuk setiap unsur dalam sampel. Rerata dari nilai-nilai
audit tersebut kemudian dihitung dan dikalikan dengan jumlah unit dalam
popualsi sehingga bisa diperoleh taksiran total nilai populasi.
Menentukan
Tujuan Rencana
Tujuan
suatu rencana sampling MPU bisa untuk
1.
mendapatkan
bukti bahwa saldo rekening menurut catatan adalah tidak salah saji secara
material
2.
mengembangkan
suatu estimasi independen tentang suatu jumlah, apabila tidak tersedia buku
berdasarkan catatan.
Merumuskan
populasi dan Unit Sampling
Auditor mempertimbangkan sifat dari
unsur-unsur yang membentuk populasi. Sampling unit harus sejalan dengan tujuan
audit yang akan dilakukan.
Menentukan
Ukuran Sampel
Faktor-faktor berikut menentukan
ukuran sampel dalam suatu estimasi sampel MPU: Ukuran populasi (Jumlah unit),
faktor ini akan menyangkut ukuran sampel dan hasil sampel. Semakin besar
populasi semakin besar pula ukuran sampel. Estimasi standar deviasi populasi,
ada tiga cara mengestimasi faktor ini, pertama dalam penugasan ulangan, kedua
standar deviasi dapat diestimasi berdasarkan nilai buku yang tersedia, ketiga
auditor dapat mengambil suatu sampel pendahuluan kecil. Salah saji
bisa ditoleransi, pertimbangan-pertimbangan untuk menetapkan salah saji bisa
ditoleransi (SD) dalam sampling MPU sama dengan pertimbangan yang dilakukan
dalam sampling PPU.
Resiko Keliru Menolak, faktor ini
memungkinkan auditor untuk mengendalikan risiko apabila risiko sampel mendukung
kesimpulan bahwa saldo rekening menurut pembukuan telah salah saji secara
material, padahal sesungguhnya tidak demikian. Risiko keliru menerima, memiliki
hubungan terbalik terhadap ukuran sampel, yakni semakin rendah risiko yang
ditetapkan semakin besar ukuran sampelnya.
Rencana
cadangan untuk risiko sampel, diperoleh dari rumus berikut:
CRS
= R x SD
Keterangan
:
CRS
= cadangan untuk risiko sampling direncanakan
R
= rasio antara cadangan risiko sampling diinginkan dengan salah saji ditoleransi.
SD
= salah saji bisa ditoleransi
Menentukan
Metoda Pemilihan Sampel
Metoda pemilihan nomor acak
sederhana dan metode pemilihan sistematik bisa digunakan dalam pemilihan sample
pada teknik MPU.
Melaksanakan
Rencana Sampling
Tahap pelaksanaan pada rencana
sampling estimasi MPU meliputi tahapantahapan berikut: Melakukan prosedur
pengauditan yang tepat untuk menentukan nilai audit untuk setiap unsur sampel.
Menghitung hal-hal berikut berdasarkan atas data sampel. Rerata nilai audit
sampel standart deviasi dari nilai audit sampel
Mengevaluasi
Hasil Sampel
Auditor melakukan penilaian
kuantitatif dan kualitatif atas hasil sampel. Dalam melakukan penilaian
kuantitatif auditor menghitung:
1.
Estimasi
nilai total populasi,
2.
Cadangan
risiko sampling yang dicapai (presisi yang dicapai)
3.
Suatu
rentang untuk taksiran total nilai populasi (interval presisi).
Selisih
Dalam estimasi selisih, selisih
antara ausit dan nilai buku dihitung untuk setiap unsur sampel. Berikut adalah
tiga kondisi yang harus dipenuhi dalam penggunaan teknik ini;
1.
Nilai
buku setiap unsur populasi harus diketahui
2.
Total
nilai buku populasi harus diketahui dan sama dengan hasil penjumlahan
nilai-nilai buku dari unsur-unsur individual
3.
Selisih
antara nilai buku dan nilai audit diperkirakan tidak sedikit.
Menentukan
tujuan dan Merumuskan Populasi dan Unit Sampel
Metoda ini hanya dapat digunakan
untuk mendapatkan bukti bahwa saldo menurut pembukuan tidak salah saji secara
material.
Menentukan
Ukuran Sampel
Dalam estimasi selisih tidak hanya
digunakan estimasi standar deviasi nilai audit saja, tetapi juga estimasi standar
deviasi mengenai selisih antara nilai audit dengan nilai buku.
Menentukan
Metoda Pemilihan Sampel
Pelaksanaan
tahap ini persis sama dengan apa yang dilakukan pada estimasi MPU.
Melaksanakan
Rencana Sampling
Tahap pelaksanaan pada rencana
sampling estimasi MPU meliputi tahapan-tahapan berikut: Melakukan prosedur
pengauditan yang tepat untuk menentukan nilai audit untuk setiap unsur sampel.
Menghitung hal-hal berikut :
1.
Hitung
selisih untuk setiap unsur sampel,
2.
Jumlahkan
semua selisih unsur sampel individual ( Σdj ),
3.
Bagikan
jumlah selisih dengan jumlah unsur di dalam sampel ( d ),
4.
Hitung
standar deviasi.
Dalam penilaian kualitatif pada
metoda ini, pertama-tama ditentukan estimasi total proyeksi selisih. Selanjutnya
estimasi nilai populasi ditentukan dengan cara sebagai berikut:
X = NB + D.
Selanjutnya
menghitung cadangan risiko sampling dicapai adalah sebagai berikut:
A’ = N . UR .
Langkah terakhir dalam penilaian
kuantitatif adalah menghitung untuk taksiran nilai total populasi dan
menentukan apakah nilai buku jatuh pada rentang tersebut.
Rasio
Dalam sampling estimasi rasio,
auditor menentukan nilai audit untuk setiap unsur dalam sampel. Selanjutnya ia
menghitung rasio dengan cara membagi jumlah nilai-nilai audit dengan jumlah
nilai buku unsur-unsur sampel. Langkah-langkah dalam estimasi rasio sama dengan
langkah-langkah pada estimasi selisih kecuali dalam beberapa hal yang akan
diterangkan dibawah ini.
Melaksanakan
Rencana Sampel
Hitung rasio antara jumlah nilai audit
dengan jumlah nilai buku untuk unsur-unsur sampel (R). Hitung rasio antara
nilai audit dengan nilai buku untuk setiap unsur. Hitung standar deviasi untuk
rasio individual dari unsur-unsur sampel (Srj).
Mengevaluasi Hasil Sampel
Dalam
estimasi rasio, estimasi nilai total populasi ditentukan dengan rumus berikut:
X = NB x R
Rumus untuk menentukan cadangan
untuk risiko sampling dicapai sama dengan rumus pada estimasi selisih, kecuali
standar deviasi selisih diganti dengan standar deviasi untuk rasio individual
dalam sampel. Tahap akhir adalah melakukan penilaian kuantitatif dan penilaian
kualitatif terhadap hasil sampel sebagai dilakukan dalam estimasi MPU dan
estimasi selisih.
Keuntungan Dan Kerugian Sampling
Variabel
Keuntungan yang pokok adalah: Jika
diperlukan, sampel mudah diperluas, bila dibandingkan dengan sampling PPU.
Saldo nol dan saldo tak biasa tidak memerlukan rancangan khusus. Apabila
terdapat perbedaan besar antara nilai audit dengan nilai buku, tujuan auditor
akan dapat terpenuhi dengan ukuran sampel yang kecil dibandingkan dengan
sampling PPU.
Kerugian yang utama adalah: Sampling
variabel klasik lebih kompleks daripada sampling PPU. Pada umumnya auditor
membutuhkan bantuan computer untuk merancang sampel yang efisien dan
mengevaluasi hasil sampel. Untuk menentukan ukuran sampel, auditor harus
memiliki estimasi atas standar deviasi dari berbagai karakteristik dalam
populasi.
2.5 SAMPLING NONSTATISTIK DALAM
PENGUJIAN SUBTANTIF
Perbedaan besar antara sampling
statistik dan sampling nonstatistik adalah dalam tahapan-tahapan penentuan
ukuran sampel dan evaluasi atas hasil sampel. Sampling statistik lebih
obyektif, sedangkan nonstatistik lebih subyektif.
Menentukan
Ukuran Sampel
Agar dapat dilakukan evaluasi secara
tepat atas sampel yang ukurannya ditetapkan melalui pertimbangan subyektif,
auditor bisa menggunakan table statistik, walaupun hal itu tidak merupakan
keharusan.
Evaluasi Hasil Sampel
Dalam
sampling non statistik auditor harus (1) memproyeksi salah saji yang dijumpai
dalam sampel ke populasi, dan (2) mempertimbangkan risiko sampling dalam
mengevaluasi hasil sampel.
Ada dua metoda yang lazim digunakan
untuk memproyeksi salah saji dalam sampling nonstatistik yaitu:
1. Membagi jumlah total rupiah salah
saji dalam smapel dengan bagian dari total rupiah dalam populasi yang termauk
dalam sampel.
2. Mengalikan rata-rata selisih antara
nilai audit dengan nilai buku dari unsur-unsur sampel dengan jumlah unit dalam
populasi.
Dalam
sampling nonstatistik, auditor tidak dapat menghitung cadangan untuk risiko
sampling untuk tingkat risiko keliru menerima dan risiko keliru menolak
tertentu. Perbandingan antara jumlah dan besarnya salah saji dalam sampel
dengan salah saji diharapkan juga berguna dalam menetapkan risiko sampling.
Apabila hasil sampel nonstatistik tidak menunjukkan tanda mendukung nilai buku,
maka auditor bisa (1) memeriksa tambahan unit sampel dan melakukan evaluasi
ulang, (2) menerapkan prosedur pengauditan alternatif dan melakukan evaluasi
ulang. Seperti halnya dalam sampling statistik sebelum sampai pada pengambilan
kesimpulan keseluruhan, auditor harus melakukan penilaian kualitatif mengenai
karakteristik salah saji.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan:
Sampling
audit adalah penerapan prosedur audit
terhadap unsur-unsur suatu saldo akun atau kelompok transaksi yang kurang dari
seratus persen dengan tujuan untuk menilai beberapa karakteristik saldo akun
atau kelompok transaksi tersebut.
Sampling
audit dapat diterapkan baik untuk melakukan pengujian pengendalian maupun
pengujian substantive. Meskipun demikian, auditor biasanya tidak menerapkan
sampling audit dalam prosedur pengujian yang berupa pengajuan pertanyaan atau
tanya jawab, observasi, dan prosedur analitis. Sampling audit banyak diterapkan
auditor dalam prosedur pengujian yang berupa vouching, tracing, dan
konfirmasi. Sampling audit, jika diterapkan dengan semestinya akan dapat
menghasilkan bukti audit yang cukup, sesuai dengan yang diinginkan standar
pekerjaan lapangan yang ketiga.
Rencana sampling dalam pengujian
subtantif dirancang untuk: mendapatkan bukti bahwa suatu saldo rekening tidak
salah saji secara material(sebagai contoh, mislanya nilai buku rekening piutang
dagang), atau membuat suatu estimasi independen tentang suatu jumlah (sebagai
contoh, misalkan nilai persediaan yang tidak ada catatan nilai bukunya).
Auditor dimungkinkan untuk menerima
sejumlah ketidakpastian dalam pengujian subtantif, apabila waktu dan biaya untuk
memeriksa unsur-unsur dalam populasi menurut pertimbangannya akan lebih besar
daripada akibat kemungkinan menyatakan pendapat yang keliru dari hasil
pemeriksaan hanya pada data sampel.
Sampling audit dalam pengujian
subtantif dipengaruhi baik oleh risiko sampling maupun risiko nonsampling.
Risiko sampling yang berkaitan dengan pengujian subtantif adalah: Risiko keliru
menerima (biasa disebut risiko beta) yaitu risiko mengambil kesimpulan,
berdasarkan hasil sampel, bahwa saldo rekening tidak berisi salah saji
material, padahal kenyataannya saldo rekening telah salah saji secara material.
Risiko keliru menolak (biasa disebut risiko alpha) yaitu risiko mengambil
kesimpulan, berdasarkan hasil sampel, bahwa saldo rekening berisi salah saji
secara material, pada kenyataannya saldo rekening tidak berisi salah saji
secara material
DAFTAR
PUSTAKA
Alvin
A. Arens. (2003). Auditing and Assurance Services, Twelfth Edition.
Elder.landar
J. (2011). Jasa audit dan
assurance. Jakarta: Salemba Empat
Mark
S. Beasley. (2008). Auditing dan Jasa Assurance. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar